Rabu, 05 Februari 2014

SENANDUNG RINDU


kabut putih mulai menyelimuti, seakan dia ingin menyapu debu kotor yang sejak tadi pagi menjadi hiasan kota ini. Mulai menyelimuti dari sudut taman di belakang rumahku. Dia pun sepertinya ingin menyapu debu-debu kotor yang menempel di rimbunan bunga lili. Hanya saja sepertinya bunga lili tak menginginkan dia datang, tak ingin dia menyapu debu-debu yang menempel di helai daunnya, batang bahkan di ujung putiknya. Bunga lili menutup kuncupnya, bergetar kedinginan meliukkan tangkainya.

“mengapa kau datang di sore ini, ketika aku sedang asyik bercengkrama dengan seekor kupu-kupu ?” tanya bunga lili pada kabut yang menyelimutinya.

Sejak siang bunga lili tengah asyik bercengkrama dengan seekor kupu-kupu berwarna jingga. Mengitarinya sambil bersenandung tentang rindu.

“aku hanya ingin sedikit membersihkan debu-debu kotor yang menempel di tubuhmu, agar kau dapat memancarkan kilau kelembutanmu lagi pada setiap mata yang memandang ke arahmu”

“tapi engkau telah membuat kupu-kupu itu pergi membawa senandung rinduku, yang entah kapan dia akan datang kembali”

Kabut itu ternyata tak hanya menyapu debu tapi membuat kupu-kupu itu pergi meninggalkan bunga lili, meninggalkan cerita tentang rindu yang belum selesai dan membawa senandung rindu bunga lili terbang dengan ke dua sayapnya. Mungkin sang kupu-kupu tak mampu menahan dinginnya kabut yang menyelimuti taman. Mungkin kupu-kupu takut kedua sayapnya akan membeku, ataukah mungkin kupu-kupu hanya ingin bersenandung berdua dengan bunga lili. Kupu-kupu tak ingin kabut tahu tentang senandung mereka.

“bukankah aku juga mampu bersenandung denganmu ?”, sang kabut mulai menawarkan dirinya pada bunga lili, yang sedari tadi tak ingin menatapnya.
tapi senandung rinduku hanya satu, dan kini hilang bersama kupu-kupu itu”
“lalu apa yang harus kulakukan saat ini ?”
“bisakah engkau mencari kupu-kupu itu, dan membawa senandung rinduku kembali bersamaku ?”
Kabut mulai beranjak dari taman itu, dan bertiup ke arah utara, barat, selatan dan timur hanya sekedar untuk mencari kupu-kupu itu. Ah bukan kupu-kupu itu tapi senandung rindu yang terbawa bersamanya. Dia ingin merampas senandung rindu itu, agar kelak dialah yang menemani bunga lili bersenandung tentang rindu.
Di utara kabut membuat jalan di sebuah kota kecil tak tampak. Kendaraan yang sedari tadi lalu lalang kini mulai berjalan pelan membuat jalan macet. Caci dan maki mulai tumpah ruah di penjuru jalan. Mengumpat sang kabut yang menghalangi pandangan mereka. Semua marah dan kecewa pada kabut yang datang tiba-tiba di sore itu ketika mereka lelah setelah seharian beraktivitas untuk bertahan hidup. Tapi kabut tak peduli, dia hanya ingin menemukan kupu-kupu itu.
Di selatan kabut membuat awan di atas sebuah peternakan hewan menitikkan air, membuat ternak berlarian tanpa arah. Bukankah mereka takut pada gemericik hujan, mereka takut pada dinginnya kabut. Para peternak pun ikut berlarian mengejar ternak-ternak yang berlarian meninggalkan halaman rumput tempat mereka mengisi lambung. Para peternak pun ikut mengumpat kabut yang datang tiba-tiba. Tapi kabut tak peduli, dia hanya ingin menemukan kupu-kupu itu.
Di barat kabut menyelimuti lautan tempat para pelaut mencari ikan. Kabut membuat pelaut kehilangan arah karna penglihatan mereka tertutupi. Pelaut tak mendapatkan hasil apa-apa, bahkan tak tau arah pulang. Pelaut pun mengumpat kabut yang datang tiba-tiba yang membuat mereka kehilangan mata pencaharian di sore itu. Tapi kabut tak peduli, dia hanya ingin menemukan kupu-kupu itu.  
Di timur, kabut menutupi terjalnya tebing yang sementara di lalui oleh para pendaki. Mebuat mereka bergetar kedinginan dan tak bisa menatap jalan ke depan yang akan mereka lalui. Tapi mereka tak mengumpat kabut, bahkan mereka terlihat tetap tenang dan seakan menikmati kabut itu. Mungkin mereka tau mengapa kabut datang tiba-tiba. Kabut tetap bergerak mencari kupu-kupu itu.
Tapi kabut tak kunjung menemukan kupu-kupu itu, sementara matahari mulai beranjak dari peraduannya. Senja pun mulai menghampiri. Kabut pun mulai takut bunga lili marah padanya karna tak mampu membawa senandung rindu itu kembali padanya. Kabut kecewa tak bisa bersenandung bersama bunga lili.
Akhirnya kabut mulai bergerak kembali ke taman belakang rumahku, menemui bunga lili yang mungkin sudah lelah menunggunya. Berusaha merangkai kata yang akan dijadikan puisi untuk menghibur bunga lili agar tak kecewa padanya.
Senandung rindu itu tak tampak olehku
Senandung rindu itu tak tau arahnya
Senandung rindu itu tak mampu ku gapai
Tapi izinkanlah aku merangkai nada yang baru
Yang pun akan bersenandung tentang rindu
Rindu yang kelak membuatmu tetap terlihat putih kemilau
Rindu yang kelak membuat setiap mata yang menatap terpukau
Rindu yang kelak tak akan pergi darimu
Karna senandung rindu itu akulah yang membawanya
Akulah yang merangkainya
Dan aku akan tetap menyelimuti di pagi, siang, sore, dan malam
Sampai kau jenuh denganku...............
Kabut mulai menghampiri bunga lili di tamanku, tapi tak sampai padanya. Kabut tiba-tiba terdiam tak bergerak, rangkaian bait puisi yang di buatnya kini di hempas jauh. Kabut kecewa.
Dari jauh kabut melihat bunga lili kembali merekahkan kuncupnya, tertawa tanpa menghiraukan kabut. Bunga lili kembali asyik bercengkrama dengan kupu-kupu jingga yang mengitarinya sambil bersenandung tentang rindu. Ah ternyata bunga lili sengaja memintanya kabut pergi jauh agar dia dapat kembali berduaan saja dengan kupu-kupu jingga itu
Kabut kecewa, dan bergerak meninggalkan taman kembali menyelimuti segala penjuru dan kali ini kabut semakin mepertebal dirinya. Tidak hanya membuat mahkluk bumi mengumpatnya tapi membuat mereka akhirnya kedinginan. Kabut memanggil awan, angin, udara dan mengajak mereka menghiasi segala penjuru denganamarahnya.
Kini tak ada lagi senandung rindu tapi yang ada hanyalah senandung amarah. (di utara, puluhan kendaraan mengalami kecelakaan karna jalan licin dan kabut tebal. Di selatan, peternak mengalami kerugian karna bebrapa hewan ternak hilang. Di barat beberapa pelaut hilang di tengah lautan. Di timur tiga orang pendaki pun di nyatakan hilang)
Tapi kali ini bunga lili yang tak peduli, dan tetap saja asyik bersenandung dengan kupu-kupu.
(aku tak peduli dengan perasaan yang lain, aku hanya peduli dengan perasaanku. Karna yang menjalani hidup adalah diriku bukan yang lain)

Malino, Desember 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar