02:58
Kring...kring...
“kapan
pulangnya ?”
“yah,
setelah shalat subuh, aku akan bergegas pulang”
“baiklah,
aku menunggumu. Bukankah kau telah berjanji menemaniku mengunjungi taman. Aku
tidak ingin kau terlambat karna aku ingin menyampaikan sesuatu padamu”
“iya,
akan ku usahakan”
Selalu
saja dia mengganggu aktivitasku, setiap jam menelponku dan ketika aku harus
keluar kota dia pasti selalu menghubungiku hanya untuk bertanya “kapan pulang”,
aku sepertinya mulai merasa jenuh padanya. Aku yang dulunya bebas tanpa beban,
tanpa ada yang komplain dengan penampilanku, menghabisi limit pulsa ponselku
bahkan memaksaku mengantarnya kesana kemari. Bahkan untuk hal-hal yang tidak
penting.
Aoooommmmm,
kantuk masih menyerangku. Waktu memang baru menunjukkan pukul 03:00 subuh, tapi
karna telpon darinya membuatku terbangun. Dia memang tak kenal waktu dan
keadaan ketika menghubungiku walaupun hanya sekedar tau keadaanku. Dan akupun
kembali melanjutkan tidurku.
***
05:00
Aku
terbangun dan bergegas bebenah diri untuk mencari angkutan kembali ke kota
makassar, jeneponto-makassar memang hanya berjarak dua jam perjalanan. Cukup
bagiku untuk kembali tertidur di perjalanan.
Kring...kring...kring..
“yah
halo”
“sudah
dimana ?”
“aku
sementara menunggu angkutan umum”
“oh
iya, aku tidak ingin kau terlambat”
Hufft
betul-betul mengusikku. Sudah sejam lamanya aku berdiri di tepi jalan tapi tak
kunjung angkutan muncul. Aku mulai berpikir kenapa harus selalu menuruti
keinginannya. Bukankah Lebih baik aku kembali ke penginapan dan meneruskan tidurku.
Hari ini aku tidak punya agenda mendesak di makassar. Lebih baik aku
beristirahat dulu karna di makassar aku harus sibuk mengurusi lembaga dan dia.
***
10:00
wita
Kring...kring.kring
“yah
halo”
“kenapa
kau belum tiba ?”
“subuh
tadi tak ada satupun angkutan yang lewat, aku lelah berdiri di tepi jalan.
Makanya aku kembali ke penginapan dan menunda untuk pulang.”
“jadi,
kapan kau pulang ?”
“iya,
sekarang aku mau siap-siap lagi”
“baiklah,
aku hanya tak ingin kau terlambat”
Aku
kembali meraih tas ransel milikku. Dan berjalan meninggalkan penginapan. Tapi
tiba-tiba di tengah perjalanan aku bertemu teman lamaku.
“mau
kemana saudara ?” dia menyapaku.
Sudah
lama aku tak bertemu dengannya. Dia adalah temanku di salah satu organisasi
mahasiswa yang katanya keras memperjuangkan aspirasi rakyat, bahkan melakukan
pendampingan kepada warga yang terkena panggusuran. Tapi berjalan lama kami
berdua meninggalkan organisasi itu setelah kami tau bahwa pemimpin kami sudah
terjerat pragmatisme. Dia memilih kembali ke daerahnya, membentuk kelompok
diskusi mingguan dan aku pun memilih bergabung di lembaga politik.
“aku
ingin kembali ke makassar”
“jangan
dulu saudara, aku ingin mengajakmu ke rumah saya, bukankah sudah lama kita tak
bertemu dan berbincang-bincang”
“baiklah”,
dengan mudahnya aku menerima ajakannya.
Aku
disuguhi coto dan gantala kuda, makanan khas jeneponto. Aku begitu
menikmatinya, tanpa menghiraukan dia di makassar. Ah untuk apa aku harus
memikirkannya, bukankah di hadapanku sementara tersaji makanan kesukaanku.
Menurut warga setempat coto kuda dapat menambah stamina pria.
***
15:00
wita
Kring...kring...kring...
“yah
halo”
“dimana
?, kenapa kau belum tiba ?”
“tadi
aku bertemu dengan teman lamaku, aku tidak enak menolak ajakannya. Tapi
sekarang aku siap-siap untuk berangkat”
“baiklah,
aku Cuma tak ingin kau terlambat karna hari sudah sore.”
“iya”
Dia
yang selalu mengusikku, sosok perempuan manis yang menemani hari-hariku sejak
dua tahun yang lalu. Pertemuan kami begitu indah menurutku. dua tahun yang lalu
aku bertemu dengannya di sebuah taman, saat itu dia sedang duduk sendiri di
bangku taman sambil menangis. Entah apa yang terjadi padanya malam itu, tapi
aku benar-benar mencemaskannya dan menghampirinya.
“bolehkah
aku duduk di sini ?”
Dia
terkejut melihatku, menghampirinya. Sambil menyeka air matanya, di mengangguk
mengisyaratkan rasa setujunya padaku.
“kenapa
kau menangis ?”
“kenapa
kau menanyaiku, kamu siapa “
“oh,
maaf bukannya aku ingin mencampuri urusanmu. Tapi aku paling tidak bisa melihat
seorang perempuan menangis. Mungkinkah kau bisa berbagi tangisanmu denganku.
Maksudku, ceritamu denganku “
“apakah
kau ingin menjadi raja ?”
“maksudnya
?”
“jika
ada seseorang yang memintamu menjadi raja sebuah negeri, tapi setelah
menjadi raja ternyata bukan kau penguasa sebenarnya. Justru orang yang
memintamu menjadi raja yang menjadi penguasanya. Semua pilihan, kebijakan harus
sesuai persetujuannya bahkan dia lah yang berhak memutuskan tapi melalui
dirimu”
“menjadi
raja bukanlah hal mudah, banyak keuntungan yang bisa kita dapatkan. Banyak
orang yang segan dan menghormati kita. Lalu untuk apa aku menolaknya”
“tapi
bagaimana ketika dia memintamu untuk mengeluarkan sebuah aturan justru
akan mengusik ketenangan rakyatmu ? memintamu memilih sesuatu berdasarkan ego
keuntungan pribadi, bukan untuk rakyatmu. Masihkah kau memilih menjadi raja ?”
Aku
terdiam tak bisa bicara, sungguh pertanyaan yang tak mampu jawab
“dan
ketika kau bersikeras untuk tak menghiraukannya lagi, justru dia berbalik
berusaha menumbangkan dengan menguak hal-hal privasi justru tak ada hubungannya
dengan sistem pemerintahan. Dan terlebih lagi ketika beberapa pejabatmu tak ada
yang memihakmu”
“mungkin
karna kau tak mencoba terbuka pada para pejabatmu itu ?”
“bukan
aku tak ingin memberitahu mereka, tapi karna aku ingin mereka terbebani dengan
hal ini. Aku ingin memikulnya sendiri sampai waktunya tiba untuk semuanya
terungkap. Aku justru tak terima dengan mereka yang selalu saja mengurusi
hal-hal privasiku. Aku hanya mencoba profesional pada lingkunganku. Jadi bagiku
hal privasi tidak ada hubungannya dengan sistem kerajaan”
“lalu,
apa yang akan lakukan sekarang ?”
“aku
akan memilih untuk meninggalkan semuanya”
“ha...jika
begitu kau pengecut dan tak bertanggung jawab”
“apa
??? aku pengecut, tidak aku bukan pengecut. Aku hanya tak ingin tinggal dalam
penjara kemunafikan dan menghamba pada pragmatisme pribadi dan kelompokku. Aku
tak bertanggung jawab ??? tidak, untuk saat ini aku memilih memikirkan diriku
sendiri. Aku tidak ingin lagi menjalani dan berjuang untuk orang lain”
“aku
bukan perempuan bodoh dan tidak beriman, sekalipun semua menganggapku salah,
tak masalah bagiku asalkan aku tak pernah salah di hadapan Tuhan. Karna aku
hanya takut pada tuhan, bukan pada yang lain”.
Begitulah
perjumpaan singkat kami, dan kami melanjutkan pertemuan-pertemuan selanjutnya.
Yah dia peremuan tegar yang pernah kulihat. Tidak pernah sekalipun aku
melihatnya bersedih setelah malam itu. Bahkan di hari-hari setelah kami
memutuskan menjadi sepasang kekasih, aku selalu melihat senyumnya. Walaupun dia
sedikit protektif padaku, aku menganggapnya karakter karna dia memang tipe
orang selalu ingin melihat orang-orang di sekitarnya baik-baik saja. Dan tanpa
ku sadari hatiku telah terusik olehnya, hingga aku sadar bahwa aku benar-benar
mencintainya.
***
17:35
wita
Kring....kring..kring....
“yah
halo”
“kenapa
kau belum tiba”
“iya
kebetulan ada senior yang mau ke makassar jadi aku memilih menumpang di
mobilnya saja”
“tapi
bukankah kau telah berjanji untuk menemaniku ke taman”
“iya,
tapi setelah bertemu dengan temaku tadi. Aku lelah”
“kau
lelah, apa kau tidak tau aku juga disini lelah menunggumu”
“tenanglah,
aku akan menepati janjiku”
“aku
tak bisa percaya padamu lagi, dari sekian banyak janji yang pernah kau ucapkan
untukku. Pernahkah kau berpikir untuk menepatinya ?, tidak, tidak ada satupun
janjimu yang pernah kau tepati. Tapi untuk hari aku hanya ingin kau
menepatinya, hanya menemaniku saja ke taman tempat pertama kali kita bertemu”
Janji,
yah janji. Mungkin aku memang lelaki yang gemar berjanji tapi tak pernah
berpikir untuk menepatinya. Bukan,,,aku selalu berusaha untu memikirkannya.
Tapi selalu saja aku tersandung oleh aktivitas lembaga. Yah sejak menjadi
pemimpin stuktur di lembaga lima bulan yang lalu aku tak begitu lagi
menghiraukannya, bahkan kami tak pernah lagi pergi bersama. Bertemu dengannya
pun paling lama sejam, tapi aku selalu menyempatkan diri untuk mengirim pesan
padanya tentang makan, shalat, keadaannya. Dia terlalu banyak menuntut padaku,
padahal posisi ini tak boleh ku abaikan begitu saja, ini untuk masa depanku.
“tapi
kau harus mengerti tentang posisiku saat ini”
“aku
harus mengerti posisimu di lembagamu ? lalu apakah aku tak boleh menuntutmu
mengerti posisiku di hatimu ?”
“tenanglah,
posisimu tak kan terganti dengan siapapun. Percayalah itu”
“tidakkah
kau sadari jika aku telah tergantikan di hatimu, saat ini yang bersemayam di
hatimu adalah ketamakan, obsesi dan kekayaan. Jika pun aku tergantikan oleh
perempuan lain, aku tak kan merasa sakit karna aku bisa yakin kau adalah kau
yang dulu. Tapi jika ketamakan pada jabatan dan harta yang menggantikanku,
tahukah kau kalau aku terluka. Aku hanya butuh kau ada di sisiku saat ini”
Aku
memutuskan sambungan telponnya. Seakan aku tak sanggup lagi mendengar
kata-katanya. Aku akui saat ini aku memang begitu tamak. Tapi bukankah ini hal
yang bisa membuat orang-orang menghargai dan segan padaku. Dan kelak bisa
memberikan masa depan yang cerah untukku.
***
18:56
wita
Kring..kring....kring.....
Kring....kring...kring....
Kring...kring....kring...
Entah
apa lagi tuntutannya kali ini.
“yah....saya
masih di jalan. Tidak bisakah kau menunggu sebentar lagi” suara ku meninggi
“maaf,
apakah anda kenal dengan pemilik no ini ?” suara seorang laki-laki menyanaiku
melalui ponselnya.
“iya,
ini siapa ?”
“...........................”
Brak..
ponselku terjatuh berhamburan. Tanganku bergetar. Dadaku terasa sesak.
***
21:35
wita
Aku berlari menuju ruangan itu, ruangan yang disebutkan oleh penelpon tadi. Aku
hanya ingin memastikan dia baik-baik saja. Yah aku ingin memastikan dia
baik-baik saja dan bergegas mengajaknya ke taman.
Langkahku
tertatih memasuki ruangan ICU, aku tak sadar air mataku begitu deras
bercucuran. Ini tidak mungkin, yang ada dihadapanku kin hanyalah sebuah jasad
berlumuran darah. Aku berusaha mebuka mulutnya, yah aku akan memberinya nafas
agar dia bisa kembali bernafas. tapi tidak, dia tak lagi bergerak....
seorang
polisi menghampiriku
“dia
mengalami kecelakaan di daerah katangka, menurut warga dia terjatuh dengan
sendiri saat mengendarai motor, dan ini tas milik dia”
Aku
meraih tas kecil berwarna ungun yang setahun lalu kubeli untuknya, dia selalu
saja memakai tas itu kemanapun.
Seandainya
subuh tadi aku tetap berdiri menunggu angkutan, seandainya siang tadi aku
menolak ajakan teman lamaku, seandainya tadi sore aku menolak menumpang pada
senior,....seandainya...seandainya...
Tahukah
kau saat terakhir kau menelponku, aku sudah memutuskan untuk meninggalkan
posisiku dan kembali bersamamu lagi seperti dulu. Kenapa kau tak bisa menunggu
lagi, harusnya kau membiarkanku untuk menepati satu janjiku ini.
Maafkan
aku yang terlambat....
Minasa
Upa, juni 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar