Rabu, 05 Februari 2014

TERLAMBAT


02:58
Kring...kring...
“kapan pulangnya ?”
“yah, setelah shalat subuh, aku akan bergegas pulang”
“baiklah, aku menunggumu. Bukankah kau telah berjanji menemaniku mengunjungi taman. Aku tidak ingin kau terlambat karna aku ingin menyampaikan sesuatu padamu”
“iya, akan ku usahakan”
Selalu saja dia mengganggu aktivitasku, setiap jam menelponku dan ketika aku harus keluar kota dia pasti selalu menghubungiku hanya untuk bertanya “kapan pulang”, aku sepertinya mulai merasa jenuh padanya. Aku yang dulunya bebas tanpa beban, tanpa ada yang komplain dengan penampilanku, menghabisi limit pulsa ponselku bahkan memaksaku mengantarnya kesana kemari. Bahkan untuk hal-hal yang tidak penting.

Aoooommmmm, kantuk masih menyerangku. Waktu memang baru menunjukkan pukul 03:00 subuh, tapi karna telpon darinya membuatku terbangun. Dia memang tak kenal waktu dan keadaan ketika menghubungiku walaupun hanya sekedar tau keadaanku. Dan akupun kembali melanjutkan tidurku.
***
05:00
Aku terbangun dan bergegas bebenah diri untuk mencari angkutan kembali ke kota makassar, jeneponto-makassar memang hanya berjarak dua jam perjalanan. Cukup bagiku untuk kembali tertidur di perjalanan.
Kring...kring...kring..
“yah halo”
“sudah dimana ?”
“aku sementara menunggu angkutan umum”
“oh iya, aku tidak ingin kau terlambat”
Hufft betul-betul mengusikku. Sudah sejam lamanya aku berdiri di tepi jalan tapi tak kunjung angkutan muncul. Aku mulai berpikir kenapa harus selalu menuruti keinginannya. Bukankah Lebih baik aku kembali ke penginapan dan meneruskan tidurku. Hari ini aku tidak punya agenda mendesak di makassar. Lebih baik aku beristirahat dulu karna di makassar aku harus sibuk mengurusi lembaga dan dia.
***
10:00 wita
Kring...kring.kring
“yah halo”
“kenapa kau belum tiba ?”
“subuh tadi tak ada satupun angkutan yang lewat, aku lelah berdiri di tepi jalan. Makanya aku kembali ke penginapan dan menunda untuk pulang.”
“jadi, kapan kau pulang ?”
“iya, sekarang aku mau siap-siap lagi”
“baiklah, aku hanya tak ingin kau terlambat”
Aku kembali meraih tas ransel milikku. Dan berjalan meninggalkan penginapan. Tapi tiba-tiba di tengah perjalanan aku bertemu teman lamaku.
“mau kemana saudara ?” dia menyapaku.
Sudah lama aku tak bertemu dengannya. Dia adalah temanku di salah satu organisasi mahasiswa yang katanya keras memperjuangkan aspirasi rakyat, bahkan melakukan pendampingan kepada warga yang terkena panggusuran. Tapi berjalan lama kami berdua meninggalkan organisasi itu setelah kami tau bahwa pemimpin kami sudah terjerat pragmatisme. Dia memilih kembali ke daerahnya, membentuk kelompok diskusi mingguan dan aku pun memilih bergabung di lembaga politik.
“aku ingin kembali ke makassar”
“jangan dulu saudara, aku ingin mengajakmu ke rumah saya, bukankah sudah lama kita tak bertemu dan berbincang-bincang”
“baiklah”, dengan mudahnya aku menerima ajakannya.
Aku disuguhi coto dan gantala kuda, makanan khas jeneponto. Aku begitu menikmatinya, tanpa menghiraukan dia di makassar. Ah untuk apa aku harus memikirkannya, bukankah di hadapanku sementara tersaji makanan kesukaanku. Menurut warga setempat coto kuda dapat menambah stamina pria.
***
15:00 wita
Kring...kring...kring...
“yah halo”
“dimana ?, kenapa kau belum tiba ?”
“tadi aku bertemu dengan teman lamaku, aku tidak enak menolak ajakannya. Tapi sekarang aku siap-siap untuk berangkat”
“baiklah, aku Cuma tak ingin kau terlambat karna hari sudah sore.”
“iya”
Dia yang selalu mengusikku, sosok perempuan manis yang menemani hari-hariku sejak dua tahun yang lalu. Pertemuan kami begitu indah menurutku. dua tahun yang lalu aku bertemu dengannya di sebuah taman, saat itu dia sedang duduk sendiri di bangku taman sambil menangis. Entah apa yang terjadi padanya malam itu, tapi aku benar-benar mencemaskannya dan menghampirinya.
“bolehkah aku duduk di sini ?”
Dia terkejut melihatku, menghampirinya. Sambil menyeka air matanya, di mengangguk mengisyaratkan rasa setujunya padaku.
“kenapa kau menangis ?”
“kenapa kau menanyaiku, kamu siapa “
“oh, maaf bukannya aku ingin mencampuri urusanmu. Tapi aku paling tidak bisa melihat seorang perempuan menangis. Mungkinkah kau bisa berbagi tangisanmu denganku. Maksudku, ceritamu denganku “
“apakah kau ingin menjadi raja ?”
“maksudnya ?”
“jika ada seseorang yang memintamu menjadi raja sebuah negeri, tapi setelah  menjadi raja ternyata bukan kau penguasa sebenarnya. Justru orang yang memintamu menjadi raja yang menjadi penguasanya. Semua pilihan, kebijakan harus sesuai persetujuannya bahkan dia lah yang berhak memutuskan tapi melalui dirimu”
“menjadi raja bukanlah hal mudah, banyak keuntungan yang bisa kita dapatkan. Banyak orang yang segan dan menghormati kita. Lalu untuk apa aku menolaknya”
“tapi bagaimana ketika dia memintamu untuk mengeluarkan sebuah aturan  justru akan mengusik ketenangan rakyatmu ? memintamu memilih sesuatu berdasarkan ego keuntungan pribadi, bukan untuk rakyatmu. Masihkah kau memilih menjadi raja ?”
Aku terdiam tak bisa bicara, sungguh pertanyaan yang tak mampu jawab
“dan ketika kau bersikeras untuk tak menghiraukannya lagi, justru dia berbalik berusaha menumbangkan dengan menguak hal-hal privasi justru tak ada hubungannya dengan sistem pemerintahan. Dan terlebih lagi ketika beberapa pejabatmu tak ada yang memihakmu”
“mungkin karna kau tak mencoba terbuka pada para pejabatmu itu ?”
“bukan aku tak ingin memberitahu mereka, tapi karna aku ingin mereka terbebani dengan hal ini. Aku ingin memikulnya sendiri sampai waktunya tiba untuk semuanya terungkap. Aku justru tak terima dengan mereka yang selalu saja mengurusi hal-hal privasiku. Aku hanya mencoba profesional pada lingkunganku. Jadi bagiku hal privasi tidak ada hubungannya dengan sistem kerajaan”
“lalu, apa yang akan lakukan sekarang ?”
“aku akan memilih untuk meninggalkan semuanya”
“ha...jika begitu kau pengecut dan tak bertanggung jawab”
“apa ??? aku pengecut, tidak aku bukan pengecut. Aku hanya tak ingin tinggal dalam penjara kemunafikan dan menghamba pada pragmatisme pribadi dan kelompokku. Aku tak bertanggung jawab ??? tidak, untuk saat ini aku memilih memikirkan diriku sendiri. Aku tidak ingin lagi menjalani dan berjuang untuk orang lain”
“aku bukan perempuan bodoh dan tidak beriman, sekalipun semua menganggapku salah, tak masalah bagiku asalkan aku tak pernah salah di hadapan Tuhan. Karna aku hanya takut pada tuhan, bukan pada yang lain”.
Begitulah perjumpaan singkat kami, dan kami melanjutkan pertemuan-pertemuan selanjutnya. Yah dia peremuan tegar yang pernah kulihat. Tidak pernah sekalipun aku melihatnya bersedih setelah malam itu. Bahkan di hari-hari setelah kami memutuskan menjadi sepasang kekasih, aku selalu melihat senyumnya. Walaupun dia sedikit protektif padaku, aku menganggapnya karakter karna dia memang tipe orang selalu ingin melihat orang-orang di sekitarnya baik-baik saja. Dan tanpa ku sadari hatiku telah terusik olehnya, hingga aku sadar bahwa aku benar-benar mencintainya.
***
17:35 wita
Kring....kring..kring....
“yah halo”
“kenapa kau belum tiba”
“iya kebetulan ada senior yang mau ke makassar jadi aku memilih menumpang di mobilnya saja”
“tapi bukankah kau telah berjanji untuk menemaniku ke taman”
“iya, tapi setelah bertemu dengan temaku tadi. Aku lelah”
“kau lelah, apa kau tidak tau aku juga disini lelah menunggumu”
“tenanglah, aku akan menepati janjiku”
“aku tak bisa percaya padamu lagi, dari sekian banyak janji yang pernah kau ucapkan untukku. Pernahkah kau berpikir untuk menepatinya ?, tidak, tidak ada satupun janjimu yang pernah kau tepati. Tapi untuk hari aku hanya ingin kau menepatinya, hanya menemaniku saja ke taman tempat pertama kali kita bertemu”
Janji, yah janji. Mungkin aku memang lelaki yang gemar berjanji tapi tak pernah berpikir untuk menepatinya. Bukan,,,aku selalu berusaha untu memikirkannya. Tapi selalu saja aku tersandung oleh aktivitas lembaga. Yah sejak menjadi pemimpin stuktur di lembaga lima bulan yang lalu aku tak begitu lagi menghiraukannya, bahkan kami tak pernah lagi pergi bersama. Bertemu dengannya pun paling lama sejam, tapi aku selalu menyempatkan diri untuk mengirim pesan padanya tentang makan, shalat, keadaannya. Dia terlalu banyak menuntut padaku, padahal posisi ini tak boleh ku abaikan begitu saja, ini untuk masa depanku.
“tapi kau harus mengerti tentang posisiku saat ini”
“aku harus mengerti posisimu di lembagamu ? lalu apakah aku tak boleh menuntutmu mengerti posisiku di hatimu ?”
“tenanglah, posisimu tak kan terganti dengan siapapun. Percayalah itu”
“tidakkah kau sadari jika aku telah tergantikan di hatimu, saat ini yang bersemayam di hatimu adalah ketamakan, obsesi dan kekayaan. Jika pun aku tergantikan oleh perempuan lain, aku tak kan merasa sakit karna aku bisa yakin kau adalah kau yang dulu. Tapi jika ketamakan pada jabatan dan harta yang menggantikanku, tahukah kau kalau aku terluka. Aku hanya butuh kau ada di sisiku saat ini”
Aku memutuskan sambungan telponnya. Seakan aku tak sanggup lagi mendengar kata-katanya. Aku akui saat ini aku memang begitu tamak. Tapi bukankah ini hal yang bisa membuat orang-orang menghargai dan segan padaku. Dan kelak bisa memberikan masa depan yang cerah untukku.
***
18:56 wita
Kring..kring....kring.....
Kring....kring...kring....
Kring...kring....kring...
Entah apa lagi tuntutannya kali ini.
“yah....saya masih di jalan. Tidak bisakah kau menunggu sebentar lagi” suara ku meninggi
“maaf, apakah anda kenal dengan pemilik no ini ?” suara seorang laki-laki menyanaiku melalui ponselnya.
“iya, ini siapa ?”
“...........................”
Brak.. ponselku terjatuh berhamburan. Tanganku bergetar. Dadaku terasa sesak.
***
21:35 wita
          Aku berlari menuju ruangan itu, ruangan yang disebutkan oleh penelpon tadi. Aku hanya ingin memastikan dia baik-baik saja. Yah aku ingin memastikan dia baik-baik saja dan bergegas mengajaknya ke taman.
Langkahku tertatih memasuki ruangan ICU, aku tak sadar air mataku begitu deras bercucuran. Ini tidak mungkin, yang ada dihadapanku kin hanyalah sebuah jasad berlumuran darah. Aku berusaha mebuka mulutnya, yah aku akan memberinya nafas agar dia bisa kembali bernafas. tapi tidak, dia tak lagi bergerak....
seorang polisi menghampiriku
“dia mengalami kecelakaan di daerah katangka, menurut warga dia terjatuh dengan sendiri saat mengendarai motor, dan ini tas milik dia”
Aku meraih tas kecil berwarna ungun yang setahun lalu kubeli untuknya, dia selalu saja memakai tas itu kemanapun.
Seandainya subuh tadi aku tetap berdiri menunggu angkutan, seandainya siang tadi aku menolak ajakan teman lamaku, seandainya tadi sore aku menolak menumpang pada senior,....seandainya...seandainya...
Tahukah kau saat terakhir kau menelponku, aku sudah memutuskan untuk meninggalkan posisiku dan kembali bersamamu lagi seperti dulu. Kenapa kau tak bisa menunggu lagi, harusnya kau membiarkanku untuk menepati satu janjiku ini.
Maafkan aku yang terlambat....

Minasa Upa, juni 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar